KENAKALAN REMAJA DI YOGYAKARTA




Kenakalan remaja merupakan hal yang sering terjadi setiap lingkungan hidup. Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.

Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ;

1.      Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit

2.      Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin

3.      Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pergaulan bebas, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.

            Yogyakarta, DIY merupakan kota dengan julukan “Kota Pelajar”. Seseuai dengan julukannya banyak pelajar dari tingkat dasar sampai mahasiswa berdatangan ke kota ini untuk menuntut ilmu. Namun, seriring berjalannya era globalisasi, yogyakarta yang dahulunya dikenal dengan kota yang damai, berbudaya, bertoleransi, berintlektual tercoreng dengan banyaknya kenakalan remaja yang terjadi dari tahun ke tahun. Kenakala remaja di jogja sudah tidak bisa dikategorikan normal. Dari tahun 2015 sampai saat ini kenakalan remaja di Yogyakarta terus bertambah dan menjadi-jadi. Beberapa contoh kenakalan remaja yang sering terjadi di jogja seperti : minum minuman keras, narkotika, seks bebas, klitih, bahkan begal. Hal tersebut sangat sering diberitakan di media-media sosial baik lokal maupun nasional. Mirisnya,  rata-rata kenakalan remaja di jogja ini dilakukan oleh anak seusia pelajar SMP-SMA yang dominannya dari mereka merupakan anak putus sekolah dan anak yang kurang perhatian dari keluarga mereka.
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).

Faktor internal:

1.      Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

2.      Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:

1.      Keluarga

Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

2.      Teman sebaya yang kurang baik

3.      Komunitas/lingkungan/sekolah/ tempat tinggal yang kurang baik.

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada. Harapannya semoga Yogyakarta dapat kembali menjadi kota yang nyaman untuk para pelajar dalam menuntut ilmu, wisatawan untuk berwisata, maupun para pendatang yang hendak bermukim. SALAM !!!

0 komentar:

Posting Komentar